Bawah Tanah

Bikin Fitnah PKI ke Jokowi, La Nyalla Mattalitti Tak Tahu Malu Masih Kembali Mendekat

Published

on

La Nyalla Mattalitti tercatat pernah membuat gaduh lewat media propaganda Obor Rakyat. Pada tahun Pilpres 2014 lewat tabloid propaganda itu, La Nyalla menebar fitnah bahwa Jokowi merupakan seorang PKI, beragama Kristen dan Tionghoa.

Label identitas yang dituduhkan La Nyalla kepada Jokowi tersebut sangat kejam dan memicu konflik antar suku, ras dan agama. Apalagi, fitnah lewat tabloid Obor Rakyat itu disebar di masjid-masjid.

La Nyalla memang tak tahu malu. Setelah ketahuan bahwa dalang semua fitnah itu adalah La Nyalla, ia tiba-tiba tanpa malu meminta maaf kepada Jokowi.

Jokowi memang tampak legowo saat itu. Namun sebenarnya, tuduhan serius La Nyalla membuat Jokowi tetap memendam amarah.

Tak lama setelah La Nyalla minta maaf. Jokowi dalam sebuah acara di Lampung menyampaikan akan memburu orang yang telah menuduhnya PKI. Jokowi ingin menabok mulut orang itu dengan tangannya sendiri.

Jokowi menyebut, selama ia menjadi presiden di periode pertama, sudah banyak tuduhan yang ia terima, tapi kali ini tuduhan PKI, Kristen dan Tionghoa merupakan label yang menghina harkat dan martabat Bangsa Indonesia yang beragam dan menjunjung tinggi nilai Pancasila.

Saat menebar fitnah ke Jokowi, La Nyalla mati-matian membela Prabowo. Lima tahun kemudian justru berbalik arah menentang Prabowo. 

Sebabnya, La Nyalla yang ingin mencalonkan diri menjadi Gubenur Jawa Timur tidak mendapatkan rekomendasi dari Partai Gerindra. Saat itu La Nyalla sampai menyebut ‘mahar politik’ yang dimintai oleh Prabowo agar mendapatkan rekomendasi. 

Lantaran dendam tak mendapat rekomendasi itu La Nyalla akhirnya pindah haluan mendukung Jokowi. Pada 11 Desember 2018, La Nyalla menemui Ma’ruf saat maju Cawapres. La Nyalla pun sempat bersumpah potong leher bila sampai Prabowo menang di Madura.

Tapi bukan La Nyalla, bila ucapannya bisa dipegang. Pada 20 Oktober, 2019, La Nyalla mulai tampak menjauh dari rezim Jokowi. Mantan ketum PSSI ini mulai kembali mengkritik Jokowi.

La Nyalla menyebut keadaan era kepemimpinan Jokowi amburadul, pengurasan SDA, kemiskinan terjadi di daerah. Menuduh Jokowi bukan presiden pro rakyat dan mendukung oligarki.

Tidak hanya itu, La Nyalla juga sampai bersumpah akan terus menghadang Jokowi bila ingin melanjutkan hingga 3 periode. Ia mengajak ulama dan berbagai elemen untuk menolak tiga periode.

Pada posisi ini, perjuangan La Nyalla tampak pro pada semangat reformasi yang telah mengatur masa jabatan seorang bisa menjadi presiden maksimal 2 periode.

Ia mencela Asosiasi Kepala Desa yang mendukung Jokowi tiga periode. La Nyalla juga mengkritik Big Data Luhut Binsar Panjaitan. Ia juga menolak UU Omnibus Law, UU tak berpihak ke rakyat.

Ia juga digadang-gadang jadi harapan rakyat. Jadi penjaga konstitusi, menutup pintu rapat agar jokowi tidak sampai 3 periode.

Tapi bukan La Nyalla bila sampai bisa dipegang ucapannya. 

Kini memasuki akhir tahun 2022, La Nyalla tanpa petir dan hujan, tiba-tiba mempersilakan Jokowi untuk memperpanjang masa jabatan. Hal itu diucapkan La Nyalla di hadapan Jokowi saat menghadiri acara Munas HIPMI November lalu.

La Nyalla menyebut, Jokowi perlu mendapat tambahan masa jabatan 2-3 tahun lagi karena masa pemerintahannya habis untuk mengurus Covid-19.

Di lain kesempatan, La Nyalla mengajak dan mengompori setiap elemen agar Pemilu 2024 tak perlu diadakan. Alasannya, Pemilu telah dikuasai kelompok tertentu.

Selain itu, ajakan untuk meniadakan Pemilu 2024 juga dibarengi dengan ajakan merubah UUD 45 saat ini ke naskah yang asli. Sebab menurutnya, MPR harus kembali menjadi lembaga tertinggi negara, agar presiden cukup dipilih lewat MPR, tanpa perlu ada lagi Pemilu.

Kata La Nyalla, MPR merupakan wajah demokrasi yang lengkap, sudah ada perwakilan politik, daerah, dan perwakilan tokoh dan rakyat di sana.

Dari rentetan rekam jejak di atas sebenarnya apa yang dimaui oleh La Nyalla? Menjebak Jokowi untuk langgar konstitusi atau membuat situasi kacau jelang pemilu?

Atau La Nyalla sebenarnya ingin menguasai MPR, seperti kini dia menguasai DPD, yang punya wewenang sebagai lembaga tertinggi negara? Sehingga mimpinya untuk jadi presiden Indonesia tak hanya menjadi mimpi di siang bolong.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version