Versus

Tangan Besi La Nyalla Copot Fadel Muhammad: Saya Tak Pernah Diajak Bicara

Published

on

Sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tak suka dengan tim kerjanya, La Nyalla mencopot jabatan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Fadel Muhammad. 

Bila ditelusuri dari pengakuan Fadel Muhammad, persoalan yang terjadi di tubuh DPD sebenarnya cukup sepele, yakni masalah komunikasi. 

Sebagai ketua, La Nyalla harusnya punya jiwa yang lebih besar untuk meredam ego dan emosi untuk tidak “main copot” lewat legitimasi suara 91 anggota DPD yang melayangkan mosi tidak percaya. 

Jumlah anggota yang melayangkan mosi tidak percaya bertambah, dari 91 menjadi 97 orang. Pertanyaannya ada apa? 

Poin dalam konflik di internal DPD, menunjukkan wajah congkak yang tak mudah dipahami. 

Urusan komunikasi, sejatinya bisa diselesaikan bila sosok ketua, La Nyalla mau merangkul anggotanya untuk berkomunikasi. 

Imbasnya Fadel disebut tidak pernah melaporkan hasil penugasan selama tiga tahun sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD. 

Ia akhirnya dicopot usai Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Kamis 18 Agustus 2022. 

Lantas apa kepentingan La Nyalla? Menilik dari pernyataan Fadel, ia mengaku tidak diajak komunikasi sama sekali. 

Fadel mengungkapkan, pemberhentian dirinya dengan alasan yang tidak jelas. Bahkan Fadel menyebut, ia telah dizalimi dengan perbuatan yang tidak menyenangkan. 

Sebelum muncul “pemecatan resmi” lewat mosi tidak percaya, Fadel secara pribadi ternyata juga diminta La Nyalla untuk  diberhentikan atau diganti dalam bahasa rapat paripurna. 

Menurut Fadel saat konferensi pers di Gedung Nusantara IV DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat 9 September 2022, semua skenario berlangsung tanpa kejelasan. 

Ia bahkan merasa tak ada alasan yang kuat mengapa ia dicopot. 

Bahkan Fadel menyebut, ada unsur kepentingan politik La Nyalla yang kuat dibalik pencopotan dirinya. Apa itu? 

“Saya tidak pernah dipanggil, saya tidak pernah diajak bicara sama dia, tapi karena saya melihatnya ada keinginan pribadinya untuk kepentingan-kepentingan politik,” kata Fadel. 

Jadi bagaimana menurutmu bila ada seorang pemimpin yang tak bisa mengontrol emosinya? 

Lembaga DPD yang harusnya bisa menyerap aspirasi dan pengawasan, dipimpin oleh sosok seperti itu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version