Bawah Tanah

Solusi Sri Mulyani: HARAKIRI !

Published

on

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati sangat luar biasa. Menteri yang bisa hidup di semua zaman. Katanya “siapapun Presidennya, Menteri Keuangannya tetap Sri Mulyani!” Menjabat sebagai Menteri Keuangan pada eranya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak tanggal 7 Desember 2005 – 20 Mei 2010. Lima tahun menjadi Menteri Keuangan. Sebelumnya Sri Mulyani menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

Setelah SBY, Sri Mulyani kembali meneruskan menjabat Menteri Keuangan era Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak 27 Juli 2016 hingga 2023 . Delapan tahun lamanya. Total sudah 13 tahun Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan. Namun pertanyaan yang menggelitik adalah, apa saja yang telah dicapai dari masa jabatan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang panjang itu?

Jawabannya lumayan jelas dan terang. Pada era pemerintahan Presiden SBY, meledak skandal kejahatan perbankan Bank Century, yang biasa disebut Century Gate sebesar Rp. 6,7 triliun. Kasus Century Gate ini diduga melibatkan Sri Mulyani sebagai pengambil keputusan penting ketika itu. Kasus ini nyaris saja menjatuhkan SBY dari kursi Presiden. Namun SBY berhasil lolos dari skandal Century Gate.

Begitu juga dengan Sri Mulyani, yang berhasil lolos dari jeratan hukum skandal Century Gate. Ternyata bukan hanya itu skandal saat Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan. Ada juga kasus mafia pajak yang melibatkan pegawai Direktorat Jendral Pajak (DJP), Gayus Tambunan. Kasus ini meledak di era SBY sebagai presiden. Memang hebat luar biasa Menteri Sri Mulyani ini.

Sementara di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, hasil dari kepemimpinan Sri Mulyani juga nyata dan telanjang. Publik dihebohkan oleh kasus mafia pajak, yang kali ini melibatkan pejabat eselon dua di Ditjen Pajak, Angin Prayitno. Ternyata Angin ini bukan sembarang pejabat. Faktanya Angin Prayitno adalah anak buah yang diangkat dan dilantik sendiri oleh Sri Mulyani untuk menjadi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.

Hebat benar dan prestisius jabatan satu ini di Ditjen Pajak, sebab dipastikan tidak semua orang bisa meraih jabatan paling basah tersebut. Jabatan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak ini hanya bisa ditempati oleh orang terbaik, pilihan dari Menteri Sri Mulyani. Sayangnya, Angin Prayitno bernasip apes, karena menjdi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Harta jumbo Angin Prayitno berhasil dilacak dan disita oleh KPK, nilainya sebesar Rp 57 milyar. Luar biasa besar untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) eselon dua di Kementerian Keuangan. Angin dibawa KPK ke Pengadilan. Hasilnya, majelis hakim menyatakan Angin Prayitno terbukti bersalah telah menerima suap dari kuasa khusus wajib pajak PT. Bank Pan Indonesia (Panin), Veronika Lindawati Rp 8,75 miliar. Pemilik Bank Panin adalah Mukmin Ali

Bukan itu saja kebiasaan Angin Prayitno menerima suap dari wajib pajak. Ternyata Angin Prayitno juga terbukti di pengadilan menerima suap dari kuasa PT. Jhonlin Baratama Agus Susetyo, dan konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations, Aulia Imran dan Ryan Ahmad Ronas Rp 7,5 miliar. Namun sejumlah perusahaan raksasa penyuap bebas dari sanksi hukum. Mereka masih bebas merdeka.

Setelah Gayus Tambunan dan Angin Prayitno, anak buah Sri Mulyani kembali membuat publik terperangah. Berawal dari peristiwa terheboh “by accident” penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat pajak korup, Rafael Alun. Tuhan Yang Maha Kuasa membuka tabir kejahatan keuangan dan perilaku korupsi dalam tubuh oraganisasi pemerintah yang dipimpin oleh Sri Mulyani. Kejahatan yang selama ini sengaja digelapkan dan ditutup-tutupi. Memang, di seluruh zaman, episentrum kejahatan keuangan itu, salah satunya ada di dalam institusi keuangan negara.

Perilaku korup anak buah Sri Mulyani seperti berebutan dan saling susul-menyusul. Setelah harta hasil korupsi Rafael Alun dibongkar, giliran nitizen dan Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK) membuka data. Bak jamur di musim hujan yang tumbuh dimana-mana. Bermunculan ke permukaan data tentang harta kekayaan sejumlah pejabat anak buah Sri Mulyani yang lain. Perilaku anak buah Sri Mulyani di Ditjen Bea Cukai (DJBC) hingga Dirjen Pajak yang senang mengoleksi barang mewah, seperti motor gede (Moge).

Menghadapi sikap netizen yang keras terhadap perilaku anak buahnya, Sri Mulyani merespon dengan tampil menjadi pahlawan kesiangan. Sri Mulyani membubarkan klub Moge di pejabat Kementerian Keuangan. Namun “netizen ora sare”. Malah kini netizen membongkar kelakuan suami Sri Mulyani, yang juga punya kesenangan mengoleksi Moge. Namun dijawab oleh Sri Mulyani bahwa “suami saya hanya membeli Moge sebagai koleksi, tetapi tidak boleh pakai”.

Kalau begitu, boleh dong mengkoleksi barang mewah di rumah walaupun itu dari uang hasil korupsi? Asal jangan dipakai. Jangan pamer-pamerlah di media sosial (medsos). Publik lalu menduga, jangan-jangan seperti itu pengarahan Ibu Sri Mulyani kepada bawahannya di Kementerian Keuangan. “Silahkan saja anda korupsi, asal jangan sampai dipamerkan di medsos saja. Boleh saja beli barang mewah dari uang korupsi, asal jangan dipakai, biar tidak ketahuan nitisen”.

Solusi: Harakiri

Salah satu syarat orang bekerja di sektor keuangan, perbankan, dan lainnya, diantaranya adalah jujur dan kredibel. Ruhnya institusi keuangan itu ya ‘trust’, kepercayaan. Lembaganya harus terpercaya. Pegawai dan pejabatnya harus bisa dipercaya! Karena mereka mengelola dana publik. Dana warganegara yang bekerja keras lalu dipajaki oleh negara.

Bisa bayangkan, orang yang dipercaya memegang uang kita adalah seorang bekas perampok, orang yang suka berbohong, intoleran terhadap kejahatan dan tidak bisa dipercaya. Bisa ludes semua itu uang kita di brangkas.

Apalagi setingkat Menteri Keuangan, lidahnya itu bisa menentukan baik buruknya ekonomi politik nasional. Pernyataannya dapat menguncang stabilitas pasar modal, pasar modern hingga pasar tradisional.

Pertanyaannya, apakah Sri Mulyani masih bisa dipercaya, setelah institusi Kementerian Keuangan nya terlilit skandal harta “gaib” milik pejabat eselon III Kemenkeu, Rafael Alun? Bantahan terkait transaksi mencurigakan Rp. 300 triliun yang diduga libatkan ratusan pejabat dan pegawai Kemenkeu makin membuktikan Sri Mulyani tidak kredibel, tidak bisa dipercaya. Setelah Rafael Alun dan PPATK melemparkan kotoran ke muka Sri Mulyani yg dicitrakan bersih dan harum semerbak, maka tidak ada lagi alasan Sri Mulyani untuk bertahan memimpin Kementerian Menteri Keuangan. Memang PPATK seolah “meralat” pernyataan mereka. Tapi publik tidak bodoh sebagaimana yang dilonarkan oleh Mahfud MD yang masih di Australia: “Kalau uang itu bukan uang korupsi dan bukan uang korupsi, lalu uang apa?” Suara Mahfud seolah mewakili kita semua yang biasa dikejar-kejar dan “diteror” petugas pajak, namun sekaligus tahu kelakuan mereka. Semua pengusaha di seluruh Indonesia, dari mulai pengusaha besar maupun pengusaha kecil kelas UMKM tahu betapa galaknya petugas pajak sekaligus sering semena-mena. Mereka menduga secara sembarangan, tidak tahu risiko bisnis bisa bangkrut, cash flow perusahaan yang tidak mudah dijaga, lalu dipajaki secara ngawur dan asal-asalan dgn memainkan power yang mereka miliki. Yang pada akhirnya sebagian besar mau tidak mau kongkalikong dengan petugas pajak itu sendiri.

Bayangkan, kejahatan semacam itu melibatkan pejabat/pegawai yang punya akses terhadap informasi dan kebijakan keuangan negara. Punya hak memeriksa keuangan kita dan keuangan perusahaan kita. Belum lagi disparitas yang jomplang antara gaji kementerian keuangan dengan departemen lain. Pantas saja kalau para guru teriak: memangnya petugas pajak lebih mulia dibanding pendidik? Sehingga mereka lebih pantas digaji jauh lebih mahal?

Jika Sri Mulyani adalah orang terhormat, punya rasa malu dan merasa tidak bersalah, tidak terlibat dalam rangkaian skandal kejahatan keuangan yang mencoreng integritas dan kredibilitas institusi Kementerian Keuangan, maka dia harus mengambil jalan kehormatan, yaitu HARAKIRI.

Harakiri, dulunya dikenal sebutan ‘seppuka’ adalah kematian terhormat atau bunuh diri ritualistik. Tradisi seppuku (Harakiri) sudah lahir dari abad ke-12 untuk menegakan kehormatan seorang samurai.

Kita serahkan saja kepada Sri Mulyani untuk menegakan kehormatan dirinya dengan memilih metode harakiri yang terbaik untuk dirinya, tentu untuk kepentingan dan kemaslahatan bangsa dan negara.

Ada dua cara harakiri yang dapat ditempuh oleh Sri Mulyani: pertama, mengundurkan diri sebagai Menteri Keuangan. Sangat jelas, Sri Mulyani gagal memimpin sektor Keungan yang bebas dari kertel kejahatan keuangan. Bentuk harakiri kedua, bekerjasama secara aktif dengan penegak hukum, citizen dan nitizen untuk membongkar kejahatan kartel keuangan di dalam institusi Kementerian Keuangan, walapun kejahatan itu melibatkan dirinya.

Jika tidak bersalah, mestinya Sri Mulyani langsung mendatangi pimpinan KPK dan Kejaksaan Agung untuk meminta diperiksa terkait sejumlah kejahatan yang terbongkar terakhir.

Jika masih punya kehormatan dan rasa malu, Sri Mulyani pasti segera ambil jalan kehormatan: HARAKIRI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version