Fakta

Berulang Kali Ditetapkan Jadi Tersangka Korupsi hingga Pencucian Uang, La Nyalla Lolos

Published

on

La Nyalla Mattalitti berulang kali bisa lolos dari jeratan hukum. Uang negara senilai Rp 5,3 miliar untuk dan hibah, ia gunakan untuk membeli saham terbuka atau IPO di Bank Jatim.

Korupsi itu La Nyalla lakukan saat ia menjabat Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur tahun 2011 hingga 2014.

La Nyalla juga terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  terkait proyek Rumah Sakit Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya.

Perusahaannya yang bernama Airlangga Tama melakukan joint operation (JO) dengan PT Pembangunan Perumahan (PP) di rumah sakit tersebut sejak 2010.

Tak hanya itu, La Nyalla juga terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan di RS Unair.

Selama proses hukum, La Nyalla sempat dicari-cari karena kabur ke Singapura hingga akhirnya dideportasi.

La Nyalla melawan penetapan tersangka lewat jalur praperadilan pada tahun 2016. Kali ini ia bisa melenggang bebas, hakim Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan status tersangkanya tak sah.

Baru tiga jam hakim memutuskan La Nyalla tak sah sebagai tersangka, Kejati Jatim kembali mengeluarkan bukti baru yang bisa menjeratnya sebagai tersangka.

Kejati langsung mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk La Nyalla terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Penyidik menemukan sejumlah transaksi mencurigakan ke La Nyalla dan keluarganya dalam kurun 2010 hingga 2013. La Nyalla pun kembali ditetapkan jadi tersangka.

Sebagai orang yang kekayaannya sulit terlacak, Nyalla kembali mengajukan gugatan praperadilan. 

Anehnya, La Nyalla kembali lolos dari jeratan hukum, pengadilan kembali memutuskan status tersangkanya tidak sah.

Untuk ketiga kalinya, Kejati mengeluarkan sprindik baru untuk la Nyala pada 30 Mei 2016. Lewat berbagai bukti baru, La Nyalla kembali jadi tersangka dengan tuntutan hukuman enam tahun penjara.

Proses persidangan berjalan alot. Melihat riwayatnya pernah kabur ke luar negeri, ia sempat dipenjara selama 7 bulan selama proses peradilan.

Namun, majelis hakim PN Jakarta Pusat memutus La Nyalla bebas pada 27 Desember 2016.

Padahal, bila ditelisik lagi, La Nyalla sudah terbukti membeli saham Bank Jatim  menggunakan dana hibah senilai Rp 5,3 miliar.

Dari saham tersebut, ia mendapatkan keuntungan. Ia menjual sahamnya di Bank Jatim senilai Rp 6,4 miliar.

Ia lolos dari jeratan hukum karena hakim menilai uang dana hibah senilai Rp 5,3 miliar telah dikembalikan oleh La Nyalla. Nalar yang digunakan, yakni uang tersebut seolah dipinjam, dan telah dikembalikan.

Lantas pertanyaannya, apakah La Nyalla akan mengembalikan uang itu bila ia tak ketahuan menggunakan dana hibah untuk beli saham? Tentu tidak.

Sementara dari keuntungan menjual saham senilai Rp 1,1 miliar, jaksa menuntut La Nyalla dengan hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. 

Ia juga wajib mengembalikan kerugian negara Rp 1,1 miliar.

Namun, lagi lagi hakim memutuskan La Nyalla tak bersalah. Hakim menilai, keuntungan menjual saham senilai Rp 1,1 miliar merupakan keuntungan yang sah.

Lantas logikanya, siapapun pejabatnya, kalau memang hukum di Indonesia adil, memperbolehkan meminjam uang negara dan mencari keuntungan di sana. Namun tidak mungkin, karena hanya La Nyalla yang boleh melakukannya.

Barangkali, hakim memang takut dengan La Nyalla, entah apa itu ancamannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version