Karena Bapak, kampung kami kembali punya masa depan…
Ketika Pak Presiden Jokowi mengangkat Menkominfo baru sekaligus wakilnya, yaitu Pak Budi Arie Setiadi dan Pak Nezar Patria, saya termasuk orang yang pesimistis. Apakah diangkatnya beliau berdua mampu menyelesaikan persoalan yang kami hadapi sebagai orang kampung?
Lebih jelasnya begini. Sudah bertahun-tahun, di berbagai desa mungkin hampir seluruh Indonesia, mengalami masa agak suram. Persoalannya adalah makin maraknya judi online yang merambah cepat ke desa-desa.
Sebagai seorang pendidik, saya merasa sangat gemas. Para tetua kampung, tokoh agama, sudah berkali-kali mencoba merapatkan hal ini dan meminta pertemuan dengan pihak aparat desa, aparat keamanan, dan aparat kecamatan. Tapi tak pernah menghasilkan apa-apa.
Perjudian justru makin marak. Kalau dulu hanya mereka yang sudah dewasa yang memainkannya, lambat laun mulai ke anak-anak remaja, bahkan ke kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak tua.
Anak-anak SMP dan SMA, pada main judi online. Itu mudah ditemukan di warung-warung kopi atau di pertigaan maupun perempatan jalan. Tanpa punya rasa takut bahwa mereka sedang melakukan perbuatan melanggar hukum.
Tidak lama kemudian, hal yang tragis pun terjadi. Ibu-ibu di pasar, ikut-ikutan bermain judi slot.
Saya bagikan pengalaman itu di berbagai pertemuan dengan para pendidik lain di satu kabupaten, ternyata fenomenanya sama. Saat saya mengikuti sebuah workshop di tingkat nasional, saya pun mendapati kisah yang sama. Di Jawa Tengah, hampir semua daerah marak. Eh ternyata di Jawa Timur juga. Di Jawa Barat juga. Di Kalimantan dan di Sumatera juga. Kalau begitu, saya menduga ini terjadi mungkin di hampir semua wilayah di Indonesia.
Sebagai pendidik, menurut saya ini punya beberapa lapis dimensi yang dirusak oleh perjudian online.
Pertama, lapis yang paling fundamental yakni mentalitas anak bangsa. Banyak masyarakat berpikir untuk bisa kaya dan mendapatkan uang, cukup dilakukan dengan aktivitas memencet-mencet hape, bermain judi online. Tidak ada istilah “berakit-rakit dahulu, berenang ke tepian”. Tidak ada istilah “No pain, no gain”. Seolah dengan duduk, diam, bermain judi online, mereka akan kaya-raya.
Kemudian lapis kedua adalah hancurnya waktu produktif. Anak-anak remaja, saatnya belajar. Ibu-ibu saatnya ikut pengajian, memasak, atau bekerja. Bapak-bapak saatnya serius mencari nafkah dan menekuni profesi mereka. Tapi waktu produktif itu lenyap karena yang ada di kepala mereka hanya: segera mencari tempat yang ada wifi-nya atau kalau punya paket data, segera bermain judi online.
Sedangkan lapis ketiga adalah menggerus keuangan keluarga. Uang yang mestinya untuk membeli beras, menabung, atau digunakan hal-hal lain yang berfaedah, terbuang percuma. Hilang lenyap ditelan layar monitor hape.
Kami yang punya kesadaran betapa bahayanya judi online tersebut hanya bisa makin bersedih karena aparat penegak hukum pun abai dalam melakukan tindakannya. Bahkan di beberapa desa, sudah ada semacam ‘sindikasi’ dalam circle judi online.
Bukan sesuatu yang susah ditemui, di setiap kecamatan pasti ada puluhan atau bahkan ratusan orang yang menjadi ‘mesin penggerak’ perjudian online. Mereka seperti kebal hukum hanya karena kalau ada acara kampung atau desa, mereka menyumbang banyak uang. Bahkan mungkin juga membungkam dengan memberi setoran kepada aparat penegak hukum. Saya kira itu tidak usah ditutup-tutupi. Borok itu jelas mudah dicium baunya dan dilihat lukanya kalau para pejabat dan politikus mau datang ke kampung-kampung dan mendengarkan serta memperhatikan apa yang terjadi.
Ketika meledak kasus Ferdy Sambo, kami dan para tetua kampung berharap inilah akhir dari malapetaka itu. Alhamdulillah, itu benar-benar terjadi. Tapi sayang, perjudian online yang marak itu hanya berhenti kurang-lebih satu bulan saja. Selebihnya, lambat-laun marak lagi.
Kami kadang sampai berpikir, apa Pak Bupati, Pak Gubernur, Pak Menteri, Pak Presiden, tidak tahu hal ini? Apa benar Pak Kapolsek, Pak Kapolres, Pak Kapolda, Pak Kapolri, tidak tahu hal ini? Rasanya tidak mungkin.
Harapan kami dengan adanya kasus Ferdy Sambo bisa melenyapkan judi online ini, lenyap seketika.
Jika di kota banyak orang menjadi korban pinjaman online, di desa, banyak orang jadi korban judi online. Banyak anak remaja yang diam-diam menggadaikan sepeda motor yang dibelikan orang tua mereka. Bahkan banyak orang yang minggat dari kampung gara-gara meninggalkan hutang menumpuk, entah itu di saudaranya atau di kawan dekatnya.
Perekonomian desa yang sudah susah payah dikembangkan oleh Presiden Jokowi, hancur-hancuran gara-gara judi online ini.
Jadi wajar, jika Pak Jokowi mengangkat Pak Budi dan Pak Nezar, kami sebagai warga yang peduli dan prihatin tentang persoalan ini, cukup pesimistis. Nama kedua orang ini saja, kami tidak tahu. Mereka juga bukan berlatar-belakang dari aparat penegak hukum. Bisa apa mereka?
Tapi di luar dugaan kami, hanya dalam waktu beberapa bulan, gebrakan mereka begitu terasa. Awalnya kami kira hanya hangat-hangat tahi ayam (maaf). Ah, paling hanya sementara karena baru diangkat jadi menteri dan wakil menteri.
Tapi ternyata gebrakan itu makin membesar. Kami tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba para komplotan ini seolah tiarap semua dalam jangka waktu yang lama. Begitu mereka tiarap, para bapak-bapak, ibu-ibu, dan anak-anak remaja yang mulai kesurupan bermain judi online juga bingung. Tidak tahu bagaimana lagi memainkannya. Konon katanya, situs-situsnya ditutup atau bagaimana. Intinya, kegiatan itu sudah jauh mereda. Ada satu dua yang masih bermain entah dengan cara bagaimana, tapi itu sedikit sekali.
Maka melalui tulisan ini, kami mewakili orang-orang yang peduli masa depan perekonomian desa, masa depan anak bangsa, masa depan bangsa ini, mengucapkan terimakasih kepada Pak Menteri Budi Arie Setiadi dan wakilnya.
Semoga bapak berdua diberi kesehatan dan keberanian untuk terus memerangi perjudian online ini. Kami juga berharap ini tidak kendor. Karena kami yakin, begitu kendor lagi, akan muncul kembali seperti saat terjadi kasus Ferdy Sambo.
Mari selamatkan perekonomian desa dan anak muda desa dari gempuran judi online yang merusak.
Maturnuwun. Jayalah Indonesia!