Politik di Indonesia memang dinamis. Saking dinamisnya, sampai kurang dari sebulan sebelum pendaftaran tiga koalisi yang mengusung bacapres terancam bubar semua.
Mari kita mulai dulu dari koalisi Nasdem-PKB-Demokrat. Pasangan ini sudah dideklarasikan. Tapi persoalan baru menyembul ke permukaan.
Tentu saja pemanggilan pemeriksaan Cak Imin di KPK jadi salah satu persoalannya. Dari sisi internal, terdapat perdebatan. Kami mendapatkan bocoran kalau mereka sepakat dan hakul yakin jika Cak Imin tak akan jadi tersangka. Selain bukti-buktinya lemah, menjadikan Cak Imin sebagai tersangka di detik-detik akhir justru bisa membuat makin coreng-moreng wajah KPK.
Tapi di sisi lain, mereka yang terutama dari PKS juga resah karena dengan digantungnya kasus Cak Imin maka akan mengganggu elektabilitas pasangan ini.
Maka mereka mulai membuat beberapa opsi jika hal tersebut di atas terjadi. Namun dari pihak PKB jelas tidak setuju. Tidak ada opsi lain selain Cak Imin. Sementara jika kubu PKS ngotot, PKB bisa saja meninggalkan mereka. Jika itu terjadi, Anies Baswedan terancam tak bisa berlayar.
Anies Baswedan sendiri, juga mulai mengkhawatirkan hal ini. Anies memang terbiasa dalam situasi tertekan, tapi dia juga mulai realistis terhadap fakta tersebut. Kabar dari kubu internal Anies, mereka akan memantau perkembangan elektabilitas pasangan ini dengan teknologi survei yang lebih cepat.
Sementara itu, tak kalah peliknya apa yang terjadi pada kubu Ganjar Pranowo. Sudah sampai ke publik bahwa tinggal ada 3 nama yang mengerucut untuk mendampingi mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu. Tiga nama tersebut adalah Ridwan Kamil, Mahfud MD, dan Sandiaga Uno.
Kandidat terkuat adalah Ridwan Kamil. Bahkan RK sudah lapor ke Airlangga Hartarto kalau saat dipanggil Megawati, mantan Gubernur Jabar itu diminta mendampingi Ganjar. Hal itu tak lepas dari analisis lapangan bahwa Jawa Tengah sepenuhnya bisa dikuasai oleh PDIP dengan komandan Bambang Pacul, dan sebagian Jawa Timur bisa mereka rebut. Mereka butuh kemenangan di Jabar yang masih didominasi oleh Prabowo. RK dianggap bisa mengambil banyak suara di Jawa Barat.
Namun pihak Golkar masih terbelah. Sebagian pimpinan menyatakan tidak masalah jika RK mendampingi Ganjar, sebag tidak ada aturan kader Golkar hanya bisa jadi calon pasangan capres-cawapres di satu kubu saja.
Namun di sisi lain, konon kubu Airlangga Hartarto belum berkenan dengan langkah RK. Hal itu disebabkan saat RK masuk ke partai berlambang beringin itu, dia sudah sepakat untuk maju sebagai Cagub DKI.
Persoalan makin pelik karena pihak PPP dan Sandiaga Uno juga mendesak agar pasangan Ganjar adalah Sandi. PPP sangat percaya diri kalau PDIP butuh suara dan mesin partai Nahdlyin. Jika hal itu tidak diakomodasi, PPP membuka opsi untuk bergabung dengan koalisi lain. Dengan demikian, PDIP bisa tidak punya mesin dan basis suara di kaum Nahdlyin.
Jelas persoalan itu bikin poros pengusung Ganjar ketar-ketir. Setidaknya, akan ada berbagai risiko jika mereka keukeuh untuk memilih RK atau Mahfud. PDIP jelas butuh PPP. Namun mereka tidak butuh Sandiaga Uno.
Kubu Prabowo tak kalah peliknya. Di berbagai survei, mereka mengalami stagnasi kembali. Sementara calon-calon yang ada, tidak cukup kuat dalam memperbanyak suara Prabowo. Calon-calon itu adalah Airlangga Hartarto, Erick Thohir, dan Yusril Ihza Mahendra.
Airlangga dianggap punya kelemahan karena pemilih Golkar menurut survei, paling banyak terbelah (split ticket voting). Sementara Erick mungkin hanya bisa menambah amunisi finansial. Dukungan mesinnya tak bisa diandalkan. Demikian juga Yusril, di satu sisi cukup punya kualitas untuk mendampingi Prabowo, tapi mesin politiknya sangat terbatas.
Dari internal poros Gerindra, mereka berharap bisa menggandeng Gibran Rakabuming. Hal itu bisa membuat koalisi ini bulat dan tidak terpecah. Masalahnya tinggal 2: Apakah MK mengizinkan? Kedua, apakah Jokowi mengizinkan?
Jika MK memutus capres-cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun, satu persoalan selesai. Namun ada persoalan lain. Walaupun Presiden Jokowi dianggap punya masalah dengan PDIP, namun bukan berarti Jokowi punya keberanian untuk berhadapan vis a vis dengan PDIP. Maka kecil pula kemungkinan mengizinkan Gibran keluar dari PDIP untuk jadi wakil Prabowo.
Dengan segala kepelikan di atas, maka pendaftaran pasangan capres-cawapres tampaknya bakal tetap di detik-detik akhir, dan tetap terbuka kemungkinan perubahan-perubahan drastis.